Perlawanan bangsa indonesia terhadap kolonialisme abad ke-19 - Perang saparua, Perang paderi, dan Perang banjar - Kembali lagi kelas XI SMA dimana kita akan membahas berbagai perlawanan bangsa kita tercinta, Indonesia melawan Kolonialisme Belanda. Belajar dari sejarah adalah satu hal yang paling besar untuk menentukan kemajuan bangsa, dimana guru yang terbaik adalah pengalaman atau sejarah. Baik itu sejarah orang lain ataupun sejarah kita sendiri. Oleh karena itu mempelajari sejarah perang dahulu menjadi hal yang penting untuk menumbuhkan rasa patriotisme.
Jika kita perhatikan, VOC dan belanda tidak memiliki perbedaan kepentingan sama sekali. Semua penjajahan belanda pada masa VOC hingga abad ke-19 hanyalah bertujuan untuk menginvansi sumber daya alam dan sumber daya manusia bumi Indonesia.
Pada saat itu, Indonesia tidak tinggal diam. Indonesia juga berusaha untuk melawan, memberi reaksi berupa perang besar-besaran dan protes kaum petani. Apa saja yang melatar belakangi reaksi-reaksi tersebut ? Bagaimana jalannya perang tersebut ? Mari kita simak dibawah ini.
Perang Sapurua (1817)
Sapurua adalah daerah yang terletak di Maluku, yaitu tempat kelahiran Thomas matulessi.
Sebab-sebab terjadinya perang :
1. Belanda dengan kasarnya memonopoli komoditas dagang dan perdagangan di Maluku.
2. Belanda telah menduduki benteng Duurstede di Saparua.
3. Belanda menerapkan peraturan baru, yaitu kewajiban untuk kerja blandong, penyerahan atap, dendeng, ikan asin serta kopi.
Penyerangan ini dimulai dengan penyerbuan benteng Duurstede di Saparua, tepatnya pada tanggal 15 Mei 1817. Penyerbuan ini dipimpin oleh kapitan Pattimura. Keberhasilan merebut benteng Duurstede adalah puncak dari perlawanan ini. Tidak hanya itu, pasukan pattimura juga berhasil menewaskan residen Belanda, Van den Berg. Kemudia perlawanan meluas menuju ke daerah Ambon, Seram dan berbagai daerah lainnya. Tepatnya pada tanggal 16 Desember 1817, Pattimura dan pasukannya tertangkap dan dijatuhi hukuman mati. Beberapa pahlawan yang ikut gugur dalam perang ini adalah Aunthonie Rhebeek, Thomas Pattiwael, Lucas Latumahina, Said Perintah, Ulupaka, dan seorang pahlawan wanita yaitu Christina Martha Tiahahu.
Perang Paderi (1821-1837)
Paderi adalah daerah disekitar semawang. Adapun penyebab perlawanan ini adalah Belanda ikut campur tangan dalam perselisihan antara kaum Paderi dan kaum adat di daerah tersebut. Perselisihan itu dimulai ketika kaum Paderi yang pelopori oleh Haji Sumanih, Haji si miskin dan Haji Piabang memiliki keinginan untuk memberantas kebiasaan buruk kaum adat seperti berjudi, menyabung ayam, minum minuman keras dan lain sebagainya. Tetapi semua itu ditentang oleh kaum adat, mereka tidak mau menerima nasehat dari kaum Paderi tersebut. Dalam perselisihan tersebut Belanda memihak pada kaum adat.
Pada tahun 1821, kaum Paderi mulai menyerang pos Belanda yang ada di Semawang, Sipinang, Sulit air, Enam kota, Rau dan Tanjung Alam. Kaum Pediri dipimpin oleh Muhammad Syahab, karena pusat perlawanannya terjadi di Bonjol, maka dia dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol. Untuk bertahan, Belanda mendirikan sebuah benteng di Batu sangkar. Benteng tersebut bernama Fort van der Capellen. Sedangkan kaum adat sendiri juga mendirikan benteng dibeberapa daerah yaitu Bonio, Agam, dan Bonjol.
Kemudian pada tahun 1825 meletuslah perang Diponegoro di Jawa. Belanda punya siasat yang jahat, guna memperkuat pasukan di Jawa Belanda mengajak perdamaian dengan membuat perjanjian padang tahun 1825 dengan kaum Paderi. Tetapi setelah perang diponegoro selesai 5 tahun kemudian, Belanda kemudian melanggar perjanjian dengan kaum Paderi, Belanda menindas kaum Paderi termasuk juga kaum Adat. Tindakan itu menjadi malapetaka terhadap Belanda, karena kemudian pasukan Pediri dan pasukan Adat bersatu memerangi Belanda. Pertempuran ini dipimpin oleh dua orang yaitu Tuanku nan cerdik dan Tuanku imam bonjol. Dalam pertempurannya pada tahun 1833 tepatnya di benteng Tanjong Alam, Tuanku nan cerdik terpaksa menyerah dan kalah kepada Belanda. Tuanku imam bonjol harus memimpin perang sendiri. Dalam pertempuran pada tanggal 25 Oktober 1837, Tuanku Imam bonjol berhasil ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Cianjur. Sampai akhir hayatnya yang kemudian jenazahnya dimakamkan di Pineleng dekat Manado.
Perang Banjar (1859-1863)
Sebab-sebab terjadinya perang Banjar :
1. Belanda memonopoli perdagangan di daerah Banjar.
2. Belanda membuat ricuh dengan ikut campur permasalahan kerajaan pada waktu itu.
Perlawanan pada Belanda di Banjar berkobar pada tahun 1859, dengan dipimpin oleh pangeran Antasari, Haji nasrun, Kyai Langleng, Kyai demang leman, dan Haji buyasin. Mereka menghancurkan pertambangan batu-bara milik Belanda, menyerang pos-pos nasrani dan membunuh pasukan Belanda.
Dengan penyerangan yang sangat kuat tersebut, Belanda terdesak dan benteng belanda yang ada di Tabanio berhasil dikuasai. Pada saat itu, ditemukan bukti bahwa pangeran Hidayat ikut terlibat dalam perang, maka pangeran hidayat dipecat dari jabatan Mangkubumi. Hal tersebut menyebabkan kosongnya kesultanan di kerajaan. Maka dengan mudahnya Belanda masuk. Pada tahun 1862 pangeran hidayat beserta pasukannya ditangkap. Sekarang hanya tinggal pangeran antasari yang harus melanjutkan perjuangannya sampai akhir hayatnya dan meninggal pada bulan Oktober tahun 1862 di Hulu teweh.
Nah, itulah dia 3 perang yang terjadi akibat reaksi masyarakat yang marah dengan Belanda, masih ada beberapa perang lagi yang belum kita bahas yaitu Perang Diponegoro, Perang Sulawesi selatan, Perang Bali dan lerang Aceh.
Beberapa perang tersebut akan kita bahas pada artikel selanjutnya. Semoga bermanfaat.
Dilarang mengopy artikel ini tanpa mengedit dan mencantumkan sumbernya. Hargai kerja keras orang lain.